MENANGKAL HOAX DENGAN JURUS METILMIAH

Anti Hoax Sang Pendidik

Oleh : Febri Prasetyo Adi, S.Pd.I  (SMP N 3 Mrebet, Purbalingga)

Akhir Maret 2017 lalu, menjadi sore yang tragis bagi Maman Budiman. Warga Kota Pontianak itu meninggal karena aksi pengeroyokan massa lantaran dituduh sebagai pelaku penculikan anak. Saat itu marak beredar hoax tentang penculikan anak melalui pesan berantai di ponsel para orang tua. Setelah ditelusuri oleh pihak berwajib, didapatkan informasi bahwa pria itu hendak mengunjungi cucunya (liputan6.com).

 

Semakin terbukti bahwa teknologi memang benar-benar seperti pedang bermata dua. Saat digunakan untuk kebaikan, maka banyak pihak yang akan terbantu. Namun sebaliknya, saat digunakan untuk keburukan, maka dampaknya akan sangat terasa. Seperti halnya internet saat ini, laksana pedang bermata dua. Sekali waktu internet sangat membantu dalam kemudahan informasi dan komunikasi. Namun diwaktu lain, bisa dengan mudah menjatuhkan nama baik bahkan memakan korban seseorang hanya dengan secuil berita hoax.

Saat ini hoax sudah menjadi fenomena global. Dalam hitungan detik, sebuah berita hoax mampu menyebar ke seluruh penjuru dunia dengan bantuan teknologi internet. Dengan semakin populernya facebook, twitter, instagram, line, whatsApp dan berbagai aplikasi media sosial lainnya di seluruh dunia, hoax juga turut menggeliat.

Baca lebih lanjut

Cerpen : Pemuda Bodoh yang Beruntung

Pada zaman dahulu di sebuah desa yang terpencil, hiduplah seorang pemuda miskin bernama Joko. Desa tempat tinggal Joko terletak di tengah hutan yang jauh dari desa-desa yang lain. Joko tinggal bersama ibunya yang sudah tua di rumah kecil peninggalan ayahnya. Saat Joko masih kecil, ayahnya sudah meninggal karena sakit.

Untuk memenuhi kebutuhan hidup, ibunya bekerja sebagai buruh pencuci baju. Upah yang diterima ibunya tak seberapa. Hanya cukup untuk makan dan keperluan sehari-hari Joko dan ibunya. Maka, tak ayal Joko dan ibunya hidup dalam keadaan serba kekurangan. Kini, semakin hari tubuh ibunya semakin tua dan lemah.

Di desanya Joko dikenal sebagai pemuda yang malas dan bodoh. Setiap hari Joko hanya tidur, makan dan berkumpul bersama teman-temannya. Sama sekali tidak ada aktivitas berarti yang dilakukan Joko.

Namun demikian, Joko adalah anak yang sangat berbakti kepada ibunya. Apa pun perintah ibunya, selalu Joko lakukan. Joko menyadari bahwa hanya ibunya lah satu-satunya keluarganya yang masih hidup. Ibunya pula lah yang selama ini menjadi tempat bersandar bagi Joko. Joko sangat sayang dan hormat kepada ibunya. Sebenarnya Joko ingin bekerja dan menghasilkan uang untuk kebutuhan sehari-hari, namun Joko bingung apa yang harus dilakukan.

Menyadari tubuh yang semakin lemah dan tua, Ibunya Joko mulai gelisah memikirkan nasib masa depan anaknya. Joko saat ini telah tumbuh semakin dewasa. Wajahnya rupawan, badannya tegap, namun sangat pemalas dan bodoh.

Ibunya merasa sudah saatnya untuk istirahat dari pekerjaannya sehari-hari. Dan berharap Joko bisa menggantikannya mencari nafkah untuk kebutuhan hidup berdua. Ibunya mulai memikirkan apa sebenarnya pekerjaan yang cocok untuk Joko. Juga berharap Joko segera menemukan jodohnya.

Hingga suatu saat ibunya meminta Joko untuk pergi bekerja. Baca lebih lanjut

GTT (belum) Merasa Merdeka

guru tidak tetapBulan ini, Agustus adalah bulan “keramat” bagi bangsa Indonesia. Pekik kemerdekaan tiba-tiba terdengar kembali. Baju adat kembali dikenakan, setelah sekian lama tersimpan di lemari. Lagu-lagu perjuangan kembali menjadi hits, baik di situs pencarian, media sosial hingga situs berbagi video.

Tak lupa pernak pernik bernuansa merah putih menjadi tren baik dalam busana maupun hiburan. Lomba makan kerupuk, balap karung, panjat pinang dan berbagai lomba khas agustusan kembali semarak di berbagai belahan nusantara. Bahkan derap langkah Paskibra (Pasukan Pengibar Bendera) tiba-tiba menjadi viral.

Apakah ada yang salah dengan berbagai ke-khas-an yang terjadi di bulan ini?

Tentu tidak. Kemeriahan ini menjadi sangat wajar, karena berlangsung pada saat dan tempat yang tepat. Dan hal-hal seperti ini biasa terjadi di berbagai belahan dunia saat momentum perayaan kemerdekaan dari kungkungan penjajah. Sejarah memang mencatat, hampir sebagian besar negara di dunia ini pernah mengalami penjajahan hingga kemudian meraih kemerdekaan.

Hanya saja, terkadang kita terlalu gembira dalam mengenang peristiwa bersejarah yang terjadi tujuh puluh dua tahun yang lalu itu. Kita mudah terlarut dalam keriuhan lomba-lomba dan suasana, sehinga kita tidak menyadari banyak hal. Kita lantang berteriak tentang nasionalisme, sementara hampir seisi rumah bermerk luar negeri. Kita bangga terhadap jasa pahlawan, padahal sebenarnya nama-nama mereka pun semakin terlupakan. Baca lebih lanjut

Cerpen : Jejak Kaki di Tembok Gudang Sekolah

Pagi itu, SD Negeri 2 Gemah Ripah mendadak gempar. Hampir semua guru dan siswa berkumpul di gudang belakang sekolah. Suasana pagi yang biasanya sepi dan dingin, hari ini terasa lain, ramai dan tegang.

Hampir semua siswa dan guru sudah hadir di sekolah. Waktu juga sudah menunjukkan jam tujuh lewat. Bel tanda masuk pelajaran pertama pun sudah berdentang lama, tetapi kerumunan itu tak juga usai. Mereka seperti enggan beranjak dari tempat itu. Bahkan nyaris setiap kelas kosong tak berpenghuni. Semua masih saling berkumpul di luar kelas. Semakin ke area belakang sekolah, kumpulan semakin ramai.

Mereka nampak saling berdiskusi namun setengah berbisik. Raut wajah mereka semua nampak tegang dan penasaran. Semua itu karena sebuah keanehan yang muncul secara tiba-tiba di tembok gudang belakang sekolah. Bagunan tua itu saat ini menjadi pusat perhatian. Padahal kemarin siang, keanehan itu muncul. Baca lebih lanjut

Menjadi Guru yang “Profesional”

1

Sontak suasana menjadi hening, saat Sumarna Surapranata, Ph.D, Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kemendikbud RI, menyampaikan bahwa hingga saat ini, sebagian besar guru masih “dibohongi”. Sebagai salah satu profesi yang harus dijalankan secara profesional, sejujurnya guru hingga saat ini masih juga belum bisa independen.

Sumarna menjelaskan hal tersebut saat menjadi keynote speaker pada acara seminar nasional guru pendidikan dasar berprestasi, yang diselenggarakan di Swiss-Belhotel Mangga Besar, Jakarta, pada Rabu, 10 Mei 2017. Seminar yang digagas oleh Kemendikbud RI ini, dihadiri oleh 260 peserta guru berprestasi yang berasal dari seluruh Indonesia.

Mengomentari tema seminar yaitu membangun profesionalitas guru pendidikan dasar dalam era globalisasi, Sumarna menjelaskan setidaknya ada tiga hal yang perlu menjadi perhatian guru untuk menjadi profesional. Pertama, saat ini guru selalu “dibohongi” dan menjadi kurang independen dalam bekerja. Sebagai sebuah profesi, guru hanya berhak dinilai kinerjanya oleh seseorang yang juga berprofesi guru. Bahkan bukan hanya itu, sang guru penilai juga seharusnya memiliki kompetensi mengajar sama dengan guru yang sedang dinilai kinerja olehnya.

4

Penilaian kinerja seorang guru juga seharusnya dilakukan secara profesional. Kualitas seorang guru fisika misalnya, tentu hanya tepat apabila dilakukan oleh seorang guru yang juga mengampu pelajaran fisika. Akan menjadi sangat dilema, apabila justru kinerjanya dinilai oleh seseorang yang bukan guru. Bahkan meski seorang dosen yang merupakan profesor sekali pun. Karena, dosen bukanlah seorang guru. Meskipun seorang guru besar adalah seorang dosen. Baca lebih lanjut

PMR Buat Aku Lebih Keren Lo

Namaku Obi. Aku sekolah di SMP N 3 Mrebet. Sekolahku bukan sekolah kota. Namun berada persis di tengah-tengah sawah. Tepatnya berada di desa Cipaku. Sebuah desa yang subur, tenang dan nyaman. Sumber air di desaku sangat melimpah. Mungkin karena itulah, sawah-sawah di desaku tak pernah kering meski di musim kemarau seperti saat ini.

Saat ini aku berada di kelas delapan. Sebenarnya teman-teman kelasku tidak ada yang nakal, namun entah mengapa, aku tidak mudah akrab dengan mereka. Satu-satunya teman akrabku adalah Mela. Kebetulan selain satu kelas, Mela juga masih tetangga rumah. Jadi, kalau ada tugas kelompok biasanya aku selalu bersama Mela.

Mela adalah teman yang asyik. Orangnya selalu ceria dan pintar. Hampir setiap aku ada permasalahan, biasanya Mela bisa memberi solusi yang tepat. Mela beda dengan aku, temannya banyak. Hampir satu sekolah ini mengenal Mela. Mungkin seperti aku, teman-teman juga suka curhat ke Mela kalau ada masalah. Baca lebih lanjut

Bukan Sekadar Menghukum

MENGHADAPI polah tingkah anak-anak di kelas memang membutuhkan kesabaran. Seringkali, saya harus sering menahan amarah karenanya. Selalu saja ada kerepotan yang muncul dari canda, perkataan dan cara mereka bertindak. Kadang saya berpikir, mengapa mereka sering mempersulit diri sendiri? Sadarkah mereka bahwa hal itu sangat menyakitkan bagi guru. Dan akhirnya jawaban itu saya dapatkan setahun kemudian. Saat menatap seorang siswa yang terdiam seribu bahasa dengan selembar kertas hasil ujian di tangannya.

Celana panjang biru yang awalnya bagus, dia “dirapikan” dengan memotong bagian bawahnya hingga kelihatan mata kakinya. Padahal itu celana sekolahnya. Satun-satunya lagi. Saat diingatkan, dengan wajah tertunduk dimenjawabnya dengan anggukan kepala. Saya artikan bahwa dia memahami maksud saya.

Minggu berikutnya, gantian celana putih yang dia sulap menjadi model pensil. Padahal itu celana seragam untuk hari rabu dan kamis. Saya ingatkan lagi, dengan lebih keras. Jawabannya sama. Hanya saja, anggukan kepalanya kali ini lebih pelan.

Minggu berikutnya lagi, bukan model celana yang dia desain ulang, tetapi model rambutnya. Potongan rambutnya sebenarnya biasa saja, bahkan cenderung rapi. Tetapi warnanya itu. Berubah menjadi merah.

Kali ini saya tegur dengan lebih keras. Jawabannya bukan anggukan kepala lagi. Baca lebih lanjut

Buletin EspErO says edisi 3

Salam Redaksi,

cover ES_3HUKUMAN

Hukuman di sekolah jelas bukan bermaksud untuk menyakiti siswa, tetapi sebagai bentuk pembelajaran. Agar siswa lebih baik lagi. Tentu saja dengan jenis-jenis hukuman yang mendidik.

Setiap orang memiliki alasan tertentu untuk melakukan sesuatu. Misalnya, ikut lomba alasannya agar bisa dapat hadiah. Berangkat lebih pagi agar tidak dihukum karena terlambat.

Bicara masalah terlambat, kami akui tim Redaksi terlambat menerbitkan buletin edisi yang ketiga ini. Alasannya banyak, tapi kami tidak perlu mengungkapkannya.

Yang pasti, kami sudah menghukum diri kami sendiri dengan menyiapkan harga tertentu sebagai hadiah dari lomba menulis cerpen yang kami adakan. So, buat teman-teman yang hobi atau suka atau pingin atau sekadar ikutan juga tidak apa, gabung dan buatlah karya terbaikmu melalui tulisan. Tulisan mu adalah kisah mu J

TIPS MUTASI

Berikut ini ada beberapa tips bagi teman atau sahabat PNS yang sedang atau berminat mengajukan mutasi.
1. Sabar. Pastinya proses mutasi membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Harap maklum, banyak prosedur dan pihak yang mesti dilalui. Pengalaman saya mengurus mutasi antar kabupaten, kira-kira membutuhkan waktu hingga sepuluh bulan. Terhitung sejak mulai konsultasi hingga SK penempatan mutasi diterbitkan. Jadi sekadar saran, luangkan waktu kira-kira satu semester hingga dua semester untuk memulai proses mutasi jika antar kabupaten.

Kalau mutasi dalam satu kabupaten, pengalaman beberapa teman saya, paling cepat dua minggu. Terhitung sejak mengajukan, hingga SK mutasi diterbitkan. Yang penting tempat tugas baru ada dan tempat tugas lama mengizinkan. Baca lebih lanjut