Memahami Sains

SAINS, oleh kebanyakan orang di sekitar kita, dipahami melulu sebagai segala hal yang dapat dipelajari dari buku-buku sains. Demikian halnya dalam pandangan sebagian besar cendekiawan atau akademisi kita -meskipun dengan sedikit varian. Sains dalam pemahaman mereka adalah berbagai hal yang dibicarakan dalam pertemuan-pertemuan ilmiah, jurnal-jurnal ilmiah atau majalah-majalah ilmiah. Dalam persepsi ini, sains dimengerti sebagai kumpulan informasi dan penjelasan tentang fakta-fakta ilmiah dan hipotesa-hipotesa ilmiah yang berkaitan dengan gejala alamiah. Dalam pandangan ini, misalnya, berbagai informasi dan penjelasan tentang perilaku makhluk hidup (menyangkut reproduksi, metabolisme, perkembangan, rantai makanan, dll) dapat diperoleh dari buku-buku atau jurnal-jurnal imiah biologi. Oleh karena itu segala informasi dan penjelasan tentang makhluk hidup mereka tampung dalam cabang sains yang disebut biologi atau ilmu hayat. Informasi tentang perilaku hidup tumbuhan khususnya ditampung dalam cabang biologi yang disebut botani. Sementara informasi tentang perilaku hidup hewan ditampung dalam cabang biologi yang disebut zoologi. Informasi-informasi dan penjelasan tentang tubuh manusia ditampung dalam suatu cabang biologi yang disebut anatomi.
Marilah menengok sebentar ke belakang untuk melihat perkembangan pemahaman manusia akan hakekat cahaya. Jejak kajian tentang cahaya secara mendalam bisa kita lacak sejak peradaban Yunani kuno, atau bahkan jauh sebelumnya. Ilmuwan kunci dalam kajian ini ialah Euclid yang amat masyhur dengan pendapatnya, “manusia dapat melihat karena mata mengirimkan cahaya kepada benda“. Pendapat Euclid bertahan cukup lama sampai kemudian muncul Ibnu al-Haitham (965-1038) atau yang lebih dikenal sebagai Alhazen. Alhazen berhasil membuktikan kekeliruan pendapat Euclid. Menurutnya, yang benar adalah justru sebaliknya. Kita dapat melihat karena ada cahaya dari benda yang sampai ke mata kita.
Bukti untuk menyanggah pendapat Euclid sangatlah sederhana. Baca lebih lanjut